Senin, 20 Mei 2013

Terlupakan Malam

Angin kali ini terasa lebih dingin dari biasanya. Tapi bulu kudukku masih nyenyak dalam tidurnya. Aku malah merasa hangat dan sedikit pekat. Pundakku mulai berat. Mataku mengetat. Dingin dan aku masih saja diselimuti hangat. Hei Bintang, aku sering menceritakanmu tentang sang pejalan kaki yang kutemui di bulan Natal itu. Masih ingat bukan? Bagaimana denganmu Rembulan? Kau selalu mengingatkanku akan tatapan sepasang mata berwarna cokelat dan tawanya yang riang. Aku takut kalian sudah lupa.
Ah... Mungkin bukan kalian. Mungkin sang malam.

Entahlah

Semakin hari, aku merasa semakin tak tahu-menahu mengenai apapun. Bahkan tentang diriku. Semakin banyak yang kupelajari, semakin runyam isi otak busukku ini. Semuanya seperti menyerangku. Aku terpental layu. Tidak lagi di bumi asalku. Aku tak ingin tahu. Ah! Aku butuh sayap-sayap itu.